Pasien sembuh COVID-19 positif lagi. REAKTIVASI atau REINFEKSI ?

Oleh: Cut Indriputri

 
Dilansir dari thesun.co.uk, sebanyak 51 pasien dari kota Daegu, Korea Selatan, positif kembali setelah dinyatakan pulih dari Covid-19. Pertanyaannya, Bagaimana bisa pasien yang telah pulih dinyatakan positif lagi? Bukankah telah ada antibodi yang dibentuk? Apakah virus mengalami latensi kemudian reaktivasi? Ataukah reinfeksi oleh virus yang baru?…. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul di benak sobat ATLM semua…

Berbicara kepada MailOnline, Paul Hunter, seorang profesor penyakit menular di Universitas East Anglia, mengatakan: "Saya setuju bahwa ini tidak akan reinfeksi tetapi saya tidak berpikir ini akan menjadi reaktivasi. Secara pribadi saya pikir penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa sampel negatif palsu."
Well, sebelum itu, ada baiknya kita ketahui dulu apa itu latensi virus. Latensi virus adalah kemampuan virus patogen untuk menjadi tidak aktif (laten) di dalam sel, di mana, setelah infeksi awal, proliferasi partikel virus berhenti, namun genom virus tidak sepenuhnya dihancurkan. Hal inilah yang memungkinkan virus aktif kembali dan mulai bereplikasi tanpa harus terinfeksi lagi oleh virus baru.

Ada banyak pendapat yang mendukung latensi SARS-CoV-2 ini, namun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) mengatakan bahwa infeksi laten belum dikonfirmasi secara pasti. Dalam sebuah konferensi pers, Direktur KCDC Jung Eun-kyeong mengatakan tidak ada bukti ilmiah yang cukup untuk menyebutkan ini infeksi laten. "Kami meminta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok mengenai dokumen terkait dan berbicara dengan direktur mereka setelah Beijing mengumumkan bahwa virus itu menular selama latensi," kata Jung. "Namun, sampai saat ini CDC China belum memberikan atau merilis bukti yang jelas."

Saat ini, studi epidemiologis dan klinis sedang dilakukan di Korea Selatan untuk menyelidiki kasus-kasus kemungkinan reaktivasi SARS-CoV-2. Pada 10 April 2020, dilaporkan bahwa pengujian semacam itu bisa memakan waktu sekitar 2 minggu. Sebuah penelitian yang menyelidiki kekebalan atau imunitas setelah infeksi COVID-19 juga sedang berlangsung di Korea Selatan. Selain upaya Korea Selatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengumumkan bahwa mereka akan menyelidiki kemungkinan kasus reaktivasi, menentukan berapa lama orang terus melepaskan virus hidup setelah mereka pulih dari COVID-19.
Meskipun demikian, berikut penjelasan para ahli mengenai beberapa teori yang mungkin terjadi pada pasien yang tampaknya sembuh dari COVID-19, namun menunjukkan hasil tes yang positif lagi.

1.      Hasil tes awal yang salah
Hasil negatif palsu mungkin saja terjadi, tergantung sensitivitas alat atau metode yang digunakan. Sensitivitas merupakan kemampuan suatu alat atau metode dalam memberikan hasil positif pada kelompok orang yang benar-benar positif (sakit). Sensitivitas yang tinggi berkorelasi dengan negatif palsu yang rendah.
Studi batasan deteksi (LoD) yang dilakukan oleh LabCorp Amerika, menetapkan konsentrasi terendah SARS-CoV-2 (salinan genom (cp)/μL) yang dapat dideteksi dengan tes RT-PCR adalah 6,25 cp/μL atau 95%. Artinya 19 hasil positif ditunjukkan pada 20 pasien yang benar-benar sakit.
Namun demikian, sensitivitas juga dapat dipengaruhi dari sampel yang digunakan. Studi yang dilakukan oleh Wang et al (2020), menunjukkan sensitivitas tertinggi dimiliki oleh BAL (93%), diikuti oleh Sputum (72%) dan swab Nasal (63%).

Tabel 1. Perbandingan Hasil deteksi sampel klinis menggunakan RT-PCR              
              (Sumber: Wang et al., 2020)


Di sisi lain, berdasarkan studi klinis untuk mengevaluasi performa tes RT-PCR, diperiksa 100 pasien negatif dan 80 pasien positif (yang masing-masing berasal dari swab NP dan swab BAL). Dari pemeriksaan tersebut, didapatkan satu sampel dari swab BAL yang negatif pada target N3. Berikut tabelnya;

Tabel 2. Performa klinis tes RT-PCR Covid-19 menggunakan swab NP
                         (Sumber: LabCorp., 2020)

Tabel 3. Performa klinis tes RT-PCR Covid-19 menggunakan swab BAL
                          (Sumber: LabCorp., 2020)


Meskipun kecil kemungkinan memberikan hasil negatif palsu, ini bisa saja terjadi. Banyak faktor yang berpengaruh, misalnya teknik swab yang dilakukan, jenis spesimen swab, waktu pengambilan spesimen, kualitas spesimen, penanganan spesimen, waktu pengambilan spesimen hingga pemeriksaan, serta kualitas reagen yang digunakan. Oleh karena itu, hasil negatif palsu tidak menghalangi infeksi SARS-CoV-2 dan tidak boleh digunakan sebagai dasar tunggal untuk keputusan manajemen pasien. Hasil negatif harus dikombinasikan dengan pengamatan klinis, riwayat pasien, dan informasi epidemiologis.

2. Sisa-sisa SARS-CoV-2 yang tidak mampu menyebabkan infeksi, hanya terdeteksi
Setelah dinyatakan sembuh dari Covid-19, ini berarti SARS-CoV-2 tidak lagi cukup banyak untuk dideteksi alat. Jika di kemudian hari dideteksi positif, kemungkinan ini hanyalah sisa-sisa virus yang sudah tidak mampu untuk menginfeksi lagi karena jumlahnya sedikit dan segera dibersihkan oleh sistem imun tubuh.

3.      Reinfeksi
Kemungkinan terakhir adalah reinfeksi. Pada dasarnya setiap orang mampu mengembangkan mekanisme pertahanan memori dalam tubuhnya, yang diperankan oleh sistem imun adaptif (limfosit T, limfosit B, dan antibodi). Antibodi atau yang disebut immunoglobulin (Ig) merupakan salah satu pertahanan adaptif yang dikembangkan tubuh ketika terinfeksi suatu mikroorganisme. Umumnya, IgM muncul dalam beberapa hari setelah infeksi, dan dapat dideteksi pada hari ke-7. IgM bisa menetap dalam tubuh selama beberapa bulan sebagai mekanisme memori. Selain IgM, IgG juga muncul pada hari setelahnya dan dapat bertahan lebih lama di dalam tubuh (dalam tahun). Ketika seseorang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama untuk kedua kalinya, yang bekerja adalah sistem imun memori sehingga respon antibodi akan meningkat beberapa kali lipat dari sebelumnya (Gambar 1). Pada kasus Covid-19, Dr Pitt berkata: "IgG ini bertahan dalam aliran darah lebih lama dari antibodi IgM. Kita tidak tahu berapa lama tepatnya dalam kasus COVD-19, tetapi mungkin beberapa tahun pada beberapa orang."

Namun, hasil penelitian yang dilakukan pada 175 pasien di China yang pulih setelah kasus Covid-19 yang ringan, telah melaporkan bahwa dalam 10 kasus, pasien memiliki tingkat antibodi Covid-19 yang sangat rendah sehingga tidak dapat terdeteksi. Apakah hal ini memungkinkan seseorang untuk terinfeksi Covid-19 lagi? Belum tentu, karena sel-sel imun memori butuh pajanan berikutnya untuk meningkatkan fungsi Antibodi.

Oleh karena itu, penulis cenderung setuju dengan para peneliti cina yang mengatakan bahwa kemungkinan sel-sel imun memori yang dibentuk belumlah cukup adequate untuk menghadapi infeksi SARS-CoV-2 yang baru.



Gambar 1. Respon imun memori (sel T dan antibodi) pada paparan infeksi. 
                                        Sumber: (Zepp, 2016)


Itulah penjelasan singkat mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada seseorang yang telah pulih namun dapat kembali terinfeksi. Adapun kepastiannya masih sedang diteliti dan dapat berubah sewaktu-waktu. Wallahu a’lam….


Semoga bermanfaat…^^




Referensi:
  1. Cooney, C. HIDDEN KILLER. Fears coronavirus can HIDE in cells and reactivate later after 51 recovered patients test positive again. 2020. https://www.thesun.co.uk/news/11340989/fears-coronavirus-hide-cells-reactivate-recovered-patients-test-positive/
  2. France, N. Are we seeing COVID-19 reactivation, reinfection or something else?. 2020. https://www.medicine.com/health/are-we-seeing-covid-19-reactivation-reinfection-something-else
  3. Hossain, M. S. COVID-19 : Need some authentic paper about viral Latency and Reactivation from Latency of Coronavirus (COVID-19) ?. North South University. Researchgate. 2020
  4. Hyun-tai, S. Latent infection of new coronavirus not confirmed yet. 2020. http://www.koreabiomed.com/news/articleView.html?idxno=7297
  5. LabCorp. Covid-19 RT-PCR Test (Laboratory Corporation Of America). 2020. https://www.fda.gov/media/136151/download
  6. Lambert, F. Antibody tests: all your questions answered. 2020. https://www.telegraph.co.uk/health-fitness/body/antibody-tests-questions-answered/
  7. Wang et al. Detection of SARS-CoV-2 in Different Types of Clinical Specimens. JAMA. 2020. 323(18).1843-1844
  8. Zepp, F. Principles of Vaccination. Methods in Molecular Biology. 2016. 57–84. 



Komentar

Postingan Populer