Sejarah ATLM

Setelah kita tahu pengertian ATLM serta tata cara untuk bisa menjadi ATLM sejati (cieee~) ada baiknya kita juga harus tahu tentang sejarah adanya ATLM, karena nama ATLM-pun baru terdengar setelah sebelumnya bernama Analis Kesehatan kemudian menjadi Analis Medis. Kenapa sejarah itu penting? Yes, karena ada pepatah yang bilang Tak Kenal Maka Tak Sayang
—meskipun udah kenal tapi nggak disayang T.T—jadi kita harus tau juga dong seluk-beluk profesi kita ini kalau orang awam yang nanyain “Analis kesehatan itu sama nggak sih sama petugas laboratorium?” “Eh kok kerjaan nya analis sama ya sama petugas laboratorium sama-sama periksa urin, periksa darah?” Omaigat!! pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang harus kita jawab dengan pikiran dingin dan hati yang tenang~

Sebagaimana yang di atur dalam Permenkes RI Nomor 42 Tahun 2015 mengenai Penyelenggaraan Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik pasal 12 menyatakan bahwa “Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang memiliki SIP-ATLM dapat menyelenggarakan atau menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan di Laboratorium pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan”. Jadi, dalam artikel kali ini akan kita bahas mengenai sejarah dan perkembangan laboratorium medis. Ready? Go~

Tau nggak sih, diagnosis medis pertama yang dibuat oleh manusia didasarkan pada apa yang bisa diamati dengan mata dan telinga para dokter dizaman dulu? nah hal-hal yang bisa diamati itu ternyata termasuk pemeriksaan spesimen manusia (Berger, 1999).

Metode diagnostik kuno di Mesir kuno dan Mesopotamia, dokter membuat diagnosis berdasarkan dari pengamatan gejala klinis. Dokter mampu menggambarkan disfungsi pada saluran pencernaan, jantung dan sirkulasi, hati dan limpa, dan gangguan menstruasi; sayangnya, penggunaan obat empiris disediakan terbatas hanya untuk para bangsawan dan orang kaya. Metode diagnosis lain yang kurang ilmiah digunakan untuk mengobati penderita kelas ekonomi kebawah dan menengah adalah dengan metode ramalan dan ritual pengorbanan hewan untuk memprediksi penyakit. Biasanya seekor domba akan dijadikan persembahan kepada patung Dewa, kemudian hati domba akan diperiksa untuk meramalkan malformasi—perkembangan abnormal suatu jaringan atau organ—kemudian bentuk lobus dan salurannya digunakan untuk memprediksi nasib pasien. Dokter dizaman kuno mulai mempraktikkan pemeriksaan spesimen pasien. Pemeriksaan tertua (Before 400 BC) yang diketahui pada cairan tubuh dilakukan pada urin. Air kencing dituangkan ke tanah dan diamati apakah urin tersebut akan mendatangkan serangga atau tidak. Jika ya, maka pasien didiagnosis menderita bisul (Berger, 1999).

Sekitar 300 BC, Hippocrates mendorong gagasan untuk menggunakan fikiran dan indra sebagai alat diagnostik, prinsip ini memainkan peran besar dalam reputasinya sebagai “Bapak Kedoteran”. Pusat doktrin Hippocrates dalam patologi humoral menghubungkan semua penyakit dengan gangguan cairan tubuh. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penyakit, Hippocrates menganjurkan protokol diagnostik yang mencakup mencicipi air kencing pasien, mendengarkan paru, dan mengamati warna kulit dan penampilan fisik/luar lainnya. Hippocrates mengaitkan munculnya gelembung di permukaan spesimen urin menandakan adanya penyakit ginjal dan penyakit kronis. Dia juga mengaitkan adanya sedimen dan darah serta nanah dalam urin mengarah ke suatu penyakit. Gambaran pertama hematuria, atau adanya darah dalam urin, oleh Rufus dari Ephesus muncul sekitar 50 AD (anno Domini—dalam Indonesia disebut Masehi) dan dikaitkan dengan kegagalan ginjal dalam fungsinya menyaring darah (Berger, 1999).

Karena banyaknya penelitian yang telah dikemukakan oleh scientist pada masa lalu maka untuk mempersingkat ulasan, berikut timeline dari perkembangan pemeriksaan laboratorium~
Year
Event
4000 BCE
Egyptians, Pregnancy diagnosed using urine to germinate seed
460-355 BCE
Hippocrates, Urine bubbles in patients with kidney diseases
129-200 AD
Galen, Urine is a filtrate of blood
800
Theophilus Protospatharius, First treatise on urine test
1661-1665
Marcello Malpigihi, Recognition of the cellular components of blood by microscoopy
18th century
William Hewson, Discovered the presence of a coagulable substance in blood
18th century
J.W. Tichy, Microscopic analysis of urine sediment
1827
Richard Bright, Albumin in the urine of patients with edema
1831
First cholera outbreak in UK
William O’Shaughnessy, Blood of dehydrated patients contained less water than normal
1843
Gabrial Andral, Published Pathological Hematology
1854
John Snow, Advanced public hygiene and epidemiology after cholera outbreak
Jules Dobpsq, Designed the colorimeter
1859
Charles Darwin, The Origin of Species
1866
Gregor Mendel, Discovered the inheritance of "factors" in pea plants
1881
Pasteur, Produced a vaccine against anthrax
1882
Robert Koch, Discovered Tuberculosis
1883
Robert Koch, Discovered the tubercle bacillus
1884
Robert Koch, Formulated the Koch's law
1886
Max Jaffe, Quantitated creatinine using the alkaline picrate method
1890
Behring, Discovered the antitoxin of diphtheria
1891
Robert Koch, Discovered cutaneous (delayed-type) hypersensitivity
1893
T.W. Richards, Invented the nephelometer
1895
Franz Ziehl and Friedrich Neelsen, Modified the acid-fast staining process for the diagnosis of tuberculosis
William Röentgen, Discovered X-rays.
1896
Ferdinand Widal, Developed agglutination test for typhoid bacillus
1900
K. Lansteiner, Discovered the ABO groups
1905
H.J. Bechtold, Discovered immunodiffusion
1908
Todd and Sanford, First edition of Clinical Diagnosis by Laboratory Methods
1910
Thomas Hunt Morgan, Discovered the sex-linked inheritance of the first mutation in the fruit fly, Drosophila
1920-1939
Tests for serum phosphorus (1920), serum magnesium (1921), protein electrophoresis (1926), erythrocyte sedimenta­tion rate (1929), alkaline phosphatase (1930), lipase (1932), amylase and acid phosphatase (1938), and ammonia (1939)
1941
Beckman, Commercialized DU spectrophotometers
1946
Becton Dikinson Co., Commercialized Vacutainer®, evacuated serum collection tubes
1950
Development of radioimmunoassay
1952
Development of immunoelectrophoresis
1953
Francis Crick and James Watson, Discovered the three-dimensional structure of DNA
1959
Technicon Corp, Commercialized the single channel "Auto-Analyzer", the first clinical laboratory chemical analyzer
Solomon Berson and Rosalyn Yalow, Developed the first immunoassay for insulin
1961
Becton Dickinson Co., Commercialized disposable hypodermic syringes and needles
1969
Development of high-performance liquid chromatography
1985
Invention of PCR
1992
Conception of real time PCR
1996
First application of DNA microarrays
2001
First draft versions of the human genome sequence
Sumber: (Lee, Oh, & Chang, 2017)

Cukup sulit bagi kami untuk menemukan sejarah perkembangan laboratorium di Indonesia, karena tidak ada buku sejarah yang otentik tentang perkembangan laboratorium di Indonesia, namun menelusuri berbagai catatan dan masukan dari beberapa orang yang terlibat dalam proses terbentuknya laboratorium kesehatan di Indonesia. Perkembangan tersebut adalah sejak dimulainya pemerintah penjajahan Belanda pada abad ke -16, pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Dalam rangka mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia pada saat itu kemudian didirikan Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi (Poltekkes Denpasar, 2016).
Pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Salah satu kegiatan pokok puskesmas mencakup antara lain adalah laboratorium. Kemudian terjadi perkembangan pelayanan laboratorium kesehatan selain yang diselenggarakan oleh pemerintah khususnya swasta dengan berdirinya Laboratorium Klinik “CITO ” pada tanggal 10 April 1967 oleh Bapak. H. Achmad Djoeahir. Berlokasi di salah satu jalan utama kota Semarang, yaitu Jalan Imam Bonjol No. 206. Kemudian disusul dengan Prodia yang didirikan di Solo pada tahun 1973 sebagai yayasan yang juga melayani pemeriksaan laboratorium. Sampai sekarang perkembangan laboratorium sudah sedemikian pesatnya dan seiring dengan perkembangan teknologi laboratorium kesehatan yang semakin modern maka semakin banyak berdiri laboratorium klinik swasta di Indonesia (Poltekkes Denpasar, 2016).
Adanya laboratorium kesehatan di Indonesia tidak bisa terlepas dari sumber daya kesehatan yang menjalankan kegiatan pelayanan di laboratorium, maka pemerintah kemudian mendirikan institusi pendidikan analis kesehatan. Cikal bakal keberadaan institusi pendidikan analis kesehatan adalah dengan didirikannya pusat pelatihan tenaga kesehatan oleh dr. Y. Sulianti bersamaan dengan didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia. Selanjutnya berdiri Sekolah Pengatur Analis (SPA) yang didirikan pada tahun 1958 di Medan dan Yogyakarta. Masa pendidikan pada saat itu adalah 2 tahun yang berasal dari lulusan SD. Lulusannya dapat melanjutkan pendidikan kekhususan selama 2 tahun lagi yaitu jurusan kimia dan jurusan bakteri. Termasuk juga dengan berdirinya Sekolah Penjenang Kesehatan bagian F pada tahun 1970an. Tahun 1982 karena adanya kebijakan pemerintah berubah namanya menjadi Sekolah Menengah Analis Kesehatan dan tahun 1998 dikonversi menjadi D-III Akademi Analis Kesehatan. Perkembangan institusi pendidikan analis kesehatan mengalami perkembangan yang pesat. Seperti halnya kebijakan pemerintah untuk menggabungkan akademi-akademi kesehatan di institusi negeri menjadi Politeknik Kesehatan dan mengilhami pendirian sekolah-sekolah tinggi kesehatan yang juga menyelenggarakan pendidikan Diploma III dan Diploma IV Analis Kesehatan. Atas kerja keras dan komitmen organisasi profesi analis kesehatan (PATELKI) maka sampai saat ini telah ada institusi penyelenggara S1 Analis Kesehatan dengan nama S1 Teknologi Laboratorium Kesehatan yang berada di Makassar. Sampai saat ini pendidikan Analis Kesehatan terus berkembang pesat sampai terbentuklah nomenklatur yang baru yaitu Teknologi Laboratorium Medis (TLM) (Poltekkes Denpasar, 2016).
PATELKI (Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia) atau "The Indonesian Assocation of Medical Laboratory Technologist" adalah organisasi profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik (dulu Analis Kesehatan) yang didirikan untuk maksud dan tujuan menghimpun seluruh anggota untuk mempersatukan diri dalam meningkatkan peran serta secara aktif, terarah dan terpadu. PATELKI merupakan satu-satunya organisasi profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik  yang diakui keberadaannya oleh Kementerian Kesehatan RI (dahulu Departemen Kesehatan RI). PATELKI juga merupakan organisasi profesi yang modern dan memenuhi seluruh persyaratan sebagai organisasi profesi sebagaimana seluruh persyaratan sebagai diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi:
a.       Status Kewenangan
b.      Mempunyai profesi project atau kontrol keputusan executive
c.       Mendapatkan monopoli atas aktivitas tertentu
d.      Mendapatkan legitimasi dari otoritas keilmuan dari penguasa
e.       Mempuanyai komoditas yang jelas
f.        Mempunyai otonomi
g.      Mempunyai klien yang jelas baik perorangan maupun lembaga
h.      Mempunyai organisasi profesi
PATELKI lahir pada tanggal 26 April 1986 di Jakarta. Lahirnya PATELKI diprakarsai oleh Bapak Drs. Sjarifuddin Djalil yang kala itu menjabat Kepala Pusat Laboratorium Kesehatan Indonesia. Setelah asosiasi sejenis negara-negara ASEAN lain menyampaikan undangan kepada PATELKI untuk bergabung dengan AAMLT (ASEAN Association of Medical Laboratory Technologist). Pada masa itu Indonesia belum memiliki asosiasi sejenis (Sekretariat PATELKI, 2017).

Dari berbagai ulasan diatas, ada baiknya kita tidak melupakan sejarah agar kelak kita memahami kesulitan-kesulan yang dialami oleh pendahulu kita dan kita juga harus menjadi manusia yang lebih cerdas, bijak, bermoral dan memiliki modal pengetahuan untuk memajukan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya; dalam bidang laboratorium khususnya.
Kita flashback sejenak, bayangkan bila tidak ada bapak Hippocrates dengan gagasannya yang benar-benar luar biasa, mungkin sampai detik ini kita masih menggunakan domba dan menerka-nerka nasib sesorang. Dan para petugas laboratorium mungkin masih harus mencicipi urin pasien untuk membantu diagnosis dokter… Syukurlah kita hidup sebagai people jaman now dengan berbagai macam kemajuan teknologi yang telah tersedia dan kita hanya perlu mengembangkan ilmu dan teknologi tersebut setiap harinya.
Last but not least dalam postingan ini admin coba memberikan sedikit quote sebagai penutup~
“Education never ends. It is a series of lessons, with the greates for the last”
 Sherlock Holmes

Komentar

  1. Ulasan yang cukup menarik,rinci namun tidak membosankan. Mohon ijin untuk menggunakan sebagai referensi dalam melengkapi tulisan saya. Terimakasih banyak atas ilmunya.

    BalasHapus
  2. Casino 2021-2022, New Jersey | Mapyro
    Get directions, reviews 의왕 출장마사지 and information for Casino 광양 출장안마 2021-2022 광주 출장샵 in New Jersey. 목포 출장안마 Casino is located in the Mystic 광주 출장안마 River, located on the outskirts of New York City.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer